Berdasarkan catatan Mafindo, dari 103 hoaks tersebut, hoaks terbanyak berkaitan dengan pasien yang terinfeksi COVID-19, 22,3% yaitu sejumlah 33%. Kemudian diiikuti dengan hoax mengenai penanganan pasien di Tiongkok sebanyak 22,3% dan mengenai asal dan moda penyebaran virus sebanyak 20,4%. Sementara sejumlah 8,7% terkait pencegahan dan pengobatan COVID-19 dan sisanya mengenai penganganan pasien di Indonesia dan luar negeri. Selain itu ada juga hoaks mengenai sentimen agama.
![]() |
Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo |
Septiaji juga mengkhawatirkan penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas kesehatan akibat banyaknya hoaks, sehingga bertindak melakukan penyelamatan sendiri. Tindakan tersebut mencakup penimbunan masker dan obat yang dianggap dapat mencegah atau mengobati COVID-19, bahkan memborong sembako karena takut kehabisan. Tindakan yang dipicu hoaks tersebut tentunya dapat berakibat terganggunya perekonomian negara.
Dampak peredaran hoaks COVID-19 cukup serius, termasuk mengaburkan prosedur pencegahan dan pengobatan. Kepercayaan publik pun rusak terhadap otoritas kesehatan negara, media masa dan para ilmuwan. Sentimen negatif terhadap etnis Tionghoa pun makin meruncing dan makin menumbuhkan gejala xenophobic yang sudah tertanam. Akibat dari isu SARA tersebut dapat memecah belah persatuan bangsa Indonesia yang multikultural. Padahal masyarakat justru membutuhkan panduan dan informasi terpercaya yang bisa diandalkan.
![]() |
Eko Juniarto, Presidium Mafindo |
Eko juga menjelaskan tahapan-tahapan dalam melawan hoaks COVID-19 tersebut, yaitu:
- Otoritas kesehatan harus menjamin arus informasi terpercaya dengan transparan, tetapi tetap menjaga privasi penderita. Pembentukan COVID-19 Media Center diharapkan dapat mengatasi ketidakpastian informasi dan meningkatkan kepercayaan publik kepada otoritas kesehatan.
- Media massa berperan sebagai agen penjernih yang menyajikan informasi terkait COVID-19 dengan berimbang dan tetap menjaga semangat optimisme. Jauhi praktik klik-bait atau berburu trafik dengan mengabaikan akurasi.
- Melakukan penyuluhan mengenai pencegahan dan penangan wabah COVID-19 secara masif dengan melibatkan pemangku kepentingan sebanyak mungkin.
- Berbagai pihak berkolaborasi untuk memeriksa fakta demi menanggapi kekalutan informasi dengan tanggap dan cepat.
- Sanksi hukum bagi aktor intelektual yang membuat dan menyebarkan hoaks COVID-19 sebagai pemicu kepanikan dan perpecahan bangsa.